PPDB 2025 - Persiapan Masuk Pondok Pesantren - Yuk Mondok!

PPDB 2025 – Persiapan Masuk Pondok Pesantren – Yuk Mondok!

share

Pondok Pesantren Merupakan salah satu pilihan terbaik bagi orangtua untuk menyekolahkan anaknya, selain membentuk kemandirian seorang anak, pondok pesantren juga tempat terbaik untuk menumbuhkan karakter baik. Akan tetapi, sebagai orangtua, dan juga calon santri, harus mempersiapkan beberapa hal sebelum masuk ke pondok pesantren, Apa saja sih yang perlu disiapkan?

Hal – hal yang perlu disiapkan sebelum masuk pesantren :

  1. Persiapan Mental
    Sebelum masuk ke Pesantren, persiapan mental juga perlu dipersiapkan, baik mental anak maupun orang tua. Ketika akan berangkat untuk menimba ilmu ke pesantren, sudah sebaiknya di awali dengan niatan yang baik dan murni untuk menuntut ilmu, menggapai ridlo Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Persiapan Fisik
    Persiapan fisik meliputi kondisi tubuh. Badan yang fit juga menjadi salah satu kewajiban sebelum masuk kedalam pondok.
  3. Hal-hal yang perlu dibawa saat masuk Pondok : Al-Qur’an dan alat tulis, Perlengkapan Shalat, Pakaian Sehari-hari, Perlengkapan Tidur, Perlengkapan Makan, Perlengkapan Sekolah, Obat Khusus.

Seluruh perlengkapan yang perlu dibawa akan diinfokan lebih lanjut oleh pihak pesantren. Jadi, untuk orangtua dan juga calon santri tidak perlu khawatir.

Manusia Yang Dirindu Surga - Golongan Yang Dirindu Surga

Manusia Yang Dirindu Surga – Golongan Yang Dirindu Surga

share

Ada 4 golongan manusia yang dirindukan surga. Hal itu berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. yang berbunyi: “Surga merindukan 4 golongan yaitu orang yang membaca Al-Qur’an, seorang muslim yang mampu menjaga lisannya (ucapan) untuk tidak menyakiti orang lain, muslim yang memberi makan orang lapar, dan muslim yang melaksanakan puasa di bulan Ramadan.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

  1. Taalil-Qur’ani (pembaca Al-Qur’an)

Golongan pertama adalah orang-orang yang lisannya senantiasa digunakan untuk membaca kalam Allah Swt. setiap waktu dan di setiap kesempatan yang ada. Bahkan, saat lapang maupun sempit. Kita teramat butuh Al-Qur’an, tetapi sering meninggalkannya dengan berbagai alasan.

2. Wa haafizhul-lisan (orang yang menjaga lisannya)

Golongan kedua yakni muslim yang pandai menjaga lisan. Lisan adalah salah satu anggota tubuh yang merupakan nikmat dari Allah, tetapi juga dapat menjadi bumerang jika kita tidak pandai mengontrolnya.

3. Wa muth’imul-ji’aan (orang-orang yang memberi makan pada yang kelaparan)

Golongan ketiga adalah orang yang senantiasa membantu orang yang membutuhkan. Allah Swt. akan membalas kebaikan yang dilakukan oleh hambanya. Bahkan, kelak di hari kiamat Allah Swt. akan memberikan makan dari buah-buahan surga.

4. Wa shoimiin fii syahri romadhon (orang yang berpuasa di bulan Ramadan)

Ternyata ibadah puasa tak sekadar kewajiban, tetapi juga dapat mengantarkan kita untuk masuk dalam golongan yang dirindukan surga. Maka, bersyukurlah bagi mereka yang senantiasa melaksanakan puasa Ramadan. Sebab kehadiran mereka dirindukan oleh surga.

Remaja Islam - Tips Menjadi Remaja Muslim Yang Berprestasi

Remaja Islam – Tips Menjadi Remaja Muslim Yang Berprestasi

share

Menjadi remaja Muslim yang berprestasi tidak hanya diukur dari nilai akademis, tetapi juga dari karakter, akhlak, dan kontribusi positif dalam masyarakat. Untuk mencapai kesuksesan di sekolah dan kehidupan, berikut ini beberapa tips yang dapat membantu remaja Muslim mencapai prestasi optimal dalam segala aspek kehidupan :

  1. Menjaga Ketaatan kepada Allah
  2. Mengatur Waktu dengan Baik
  3. Semangat Belajar
  4. Memilih Lingkungan Pertemanan yang Baik
  5. Berkontribusi dalam Kegiatan Sosial dan Keagamaan
  6. Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
  7. Mengembangkan Akhlak Mulia

Menjadi remaja Muslim yang berprestasi di sekolah dan kehidupan memerlukan keseimbangan antara ilmu pengetahuan, ketaatan kepada Allah, dan pengembangan akhlak mulia. Dengan menjaga ketaatan, mengatur waktu dengan baik, semangat belajar, memilih lingkungan pertemanan yang baik, berkontribusi dalam kegiatan sosial dan keagamaan, menjaga kesehatan, dan mengembangkan akhlak mulia, remaja Muslim dapat meraih kesuksesan yang komprehensif. Semoga tips-tips ini dapat membantu remaja Muslim dalam meraih prestasi yang gemilang di berbagai aspek kehidupan.

Syarat Diterimanya Amal - Apa Syarat Diterimanya Amal?

Syarat Diterimanya Amal – Apa Syarat Diterimanya Amal?

share

Sebuah amal baik dapat Allah SWT terima jika memenuhi dua syarat, Apa saja syarat diterimanya amal? yuk, kita simak bersama :

  1. Ikhlas
    Syarat pertama diterimanya amal seorang hamba di sisi Allah SWT adalah ikhlas. Semua perbuatan yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya:

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5)

  1. Caranya Benar atau Sesuai dengan Syariat
    Syarat kedua diterimanya amal adalah dilakukan dengan cara yang benar atau sesuai dengan syariat Islam. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan seorang muslim beramal sale adalah sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 31 yang berbunyi:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Rasulullah SAW pun bersabda, “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak pernah kami perintahkan, maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim)

Apakah Niat Baik Saja Cukup sebagai Amalan?

ternyata niat baik saja tidak cukup lho, agar amal perbuatan dapat diterima, maka Allah SWT mensyaratkan niat yang baik dan amal yang baik dengan menjalankannya sesuai dengan tuntunan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Apa Itu Qonaah? - Qonaah Dalam Islam - Qonaah Dalam Alquran

Apa Itu Qonaah? – Qonaah Dalam Islam – Qonaah Dalam Alquran

share

Qanaah adalah sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana’ah memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah .

Hakikatnya dalam Ilmu Tasawuf, seseorang akan merasa cukup walau penghasilannya kurang atau justru tambah bersyukur jika penghasilan/rezekinya bertambah. Artinya saat pajak naik sampai 300 persen dari Rp 3,5 juta menjadi rp 10 juta maka dia akan bersyukur, namun saat insentif turun 50% tinggal Rp 5 juta dia tetap bersyukur (memang berat yaa sifat Qanaah ini). Qanaah akan menyebabkan seseorang mudah bersyukur. Perhatikan firman Allah swt berikut:

“ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS 14:7)”

“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (QS 4:147)”

Fungsi qana’ah

Menurut ulama ada dua fungsi utama Qanaah, yakni:

a. Lapang dada : seorang muslim yang memiliki sifat qana’ah akan selalu berlapang dada, berhati tenteram, merasa kaya dan berkecukupan, dan bebas dari keserakahan.

b. kekuatan batin yang mendorong seseorang untuk meraih kemengan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia ALLAH SWT.

Alquran Sebagai Obat - Alquran Penawar Segala Penyakit

Alquran Sebagai Obat – Alquran Penawar Segala Penyakit

share

Salah satu nama Alquran adalah asy-Syifa yang berarti obat penyembuh, Alquran adalah penawar segala penyakit, baik fisik, hati maupun jiwa.

Dalam surat al-Isra’ ayat 82, Allah Swt berfirman:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud dari kata “syifa’ / obat” dalam ayat tersebut.

  1. Pendapat pertama mengartikan obat dalam ayat tersebut sebagai obat yang berkenaan dengan penyakit hati
  2. Pendapat kedua, al-Qur’an sebagai obat penawar penyakit lahir seperti sakit kepala, infeksi dan lain sebagainya.

Berikut ini beberapa argumen yang menguatkan pendapat kedua :

  1. hadits-hadits Nabi tentang berobat dengan ayat al-Qur’an

Terdapat sejumlah hadis yang menjelaskan ihwal berobatnya Rasulullah dengan menggunakan ayat al-Qur’an. Di antaranya hadis riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Nasai, bahwa mula-mula Rasulullah melindungi diri dari segala penyakit dan serangan musuh dengan bacaan ta’awwudz dan beberapa kalimat dzikir. Namun setelah turunnya surat al-Falaq dan al-Nas, beliau mencukupkan dengan kedua surat tersebut dan meninggalkan selainnya.

2. berdasarkan kaidah ushuliyyah. Kaidah yang populer di kalangan pakar ushul fiqh mengatakan:

اِنَّ الْكَلَامَ اِذَا احْتَمَلَ التَّأْكِيْدَ أَوِ التَّأْسِيْسَ فَحَمْلُهُ عَلَى الثَّانِيْ أَرْجَحُ
“Pembicaraan apabila memungkinkan mengarah kepada pengukuhan (substansi yang sudah pernah disampaikan) atau mendasari (substansi baru yang belum pernah tersampaikan), maka mengarahkannya kepada yang kedua adalah lebih unggul”.

Dalam konteks ini, mengarahkan QS al-Isra’ ayat 82 kepada obat penyakit lahir lebih utama sebagai informasi baru yang belum pernah disampaikan sebelumnya. Hal ini lebih baik ketimbang mengarahkannya kepada pemahaman al-Qur’an sebagai obat penyakit batin yang sudah banyak dijelaskan ayat-ayat lain.

Kepada sahabat yang sakit, Nabi kerap kali berpesan, Bagi kalian ada obat penyembuh, yakni madu dan Alquran. (HR Ibnu Majah dan al-Hakim). Sebagai asy-Syifa, orang beriman diimbau banyak membaca Alquran, karena ia adalah obat penyembuh

Tafsir dan Tadaabur Alquran - Perbedaan Tafsir dan Tadabbur

Tafsir dan Tadaabur Alquran – Perbedaan Tafsir dan Tadabbur

share

Al-Quran adalah kalamullah yang menjadi tuntunan umat muslim di seluruh dunia. Al-Quran menjadi sumber hukum utama umat muslim dalam menjalankan segala seri kehidupannya. Selain menjadi sumber hukum, membaca Al-Quran juga merupakan ibadah yang bernilai pahala.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

“مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ”

“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Quran, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, dan satu kebaikan tersebut dilipatkan gandakan menjadi 10 kebaikan semisalnya. Aku tidak mengatakan Alif-Lam-Mim itu satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menjelaskan bahwa membaca Al-Quran merupakan amalan yang bernilai pahala berlipat ganda. Umat muslim yang membaca Al-Quran akan tetap mendapat pahala walaupun ia tidak memahaminya. Dalam mentafsirkan Al-Quran, seseorang membutuhkan cabang ilmu bahasa arab dan kaidah lain yang diperlukan. Sedangkan dalam tadabbur Al-Quran tidak diperlukan ilmu-ilmu tersebut. Imam Nawawi dalam beberapa kitabnya menjelaskan bahwa ulama-ulama zaman dahulu ketika tadabbur Al-Quran membutuhkan waktu yang sangat lama. Baik itu mentadabburi, menafsirkan, maupun tidak memperhatikan kata-katanya, atau bahkan tidak tahu kandungan yang ada di dalamnya. Walaupun begitu, membaca tanpa mengetahui arti akan tetap mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Namun membaca Al-Quran dengan mengetahui arti dan meresapi isi tentunya akan mendapatkan pahala yang lebih besar.

Memaknai Peristiwa Isra Miraj - Isra Miraj Dalam Alquran

Memaknai Peristiwa Isra Miraj – Isra Miraj Dalam Alquran

share

Isra Miraj adalah peristiwa bersejarah yang tertulis dalam Al-Quran Surah Al-Isra ayat 1 dan Hadis Nabi Muhammad SAW yang menjadi bagian perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW ketika berdakwah di Kota Makkah. Selama mengalami Isra Miraj, ada beberapa hal menarik yang dilalui Nabi Muhammad SAW. 7 Hal Menarik Tentang Isra Miraj :

  1. Tahun Duka Cita Nabi Muhammad
    Dalam sejarah, tahun tersebut penuh duka cita bagi Nabi Muhammad SAW karena sang istri, Khadijah dan pamannya Abu Thalib meninggal dunia. Kondisi tersebut membuat Nabi Muhammad mengalami masa-masa pelik hingga harus menenangkan diri di Masjidil Haram.
  2. Perjalanan dengan Buraq
    Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: (tanpa menyebutkan peristiwa pembelahan dada)… “Aku telah didatangi Buraq. Yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai ujungnya.” Beliau bersabda lagi: “Maka aku segera menungganginya sehingga sampai ke Baitul Maqdis.”
  3. Menuju Masjid Al-Aqsa
    Setibanya Nabi Muhammad di Masjid Al-Aqsa langsung mengerjakan salat sebanyak 2 rakaat. Setelah itu, peristiwa Mikraj terjadi. Dijelaskan dalam jurnal tersebut bahwa didatangkan sebuah alat seperti tangga yang memiliki tingkatan untuk naik ke atas. Peristiwa Miraj atau Mikraj terjadi ketika muncul tangga tersebut hingga melewati lapisan langit dan menuju ke tingkat ketujuh.
  4. Perjalanan ke Langit
    Dalam peristiwa Isra Mikraj, Nabi Muhammad diceritakan mengalami perjalanan spiritual menuju Sidratul Muntaha atau langit ke 7. Peristiwa besar tersebut menuai berbagai perdebatan dari para ulama karena di luar kemampuan logika manusia.
  5. Berjumpa Para Nabi
    Ketika Nabi Muhammad mengalami serangkaian perjalanan menuju Sidratul Muntaha, terjadi pertemuan dengan beberapa nabi pendahulu. ada 8 nabi yang ditemui Rasulullah SAW.
  6. Perintah Salat 5 Waktu. Perintah salat pada awalnya dilaksanakan sebanyak 50 waktu dalam sehari. Kemudian Nabi Muhammad SAW memohon kepada Allah untuk memberikan keringan. Akhirnya Allah SWT mengabulkan permintaan Nabi Muhammad dan memerintahkan untuk menjalankan salat 5 waktu dalam sehari.
  7. Bukti Kebesaran Allah
    Merujuk pada buku Kisah Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW oleh Syofyan Hadi, Isra Miraj termasuk peristiwa agung yang merekam risalah Nabi Muhammad SAW. Kejadian tersebut dianggap sebagai mukjizat dan kebesaran Allah SWT.

Peristiwa yang dialami Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis lalu tiba di langit ketujuh merupakan perjalanan yang jauh dan sulit diterima akal sehat karena butuh penjelasan secara logika. Kendati begitu, peristiwa tersebut tertuang dalam Al-Quran Surah Al-Isra ayat 1.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إ ِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَات ِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekeliling agar Kami perlihatkan ke arahnya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Itulah 7 hal menarik tentang Isra Mikraj yang merangkum perjalanan Nabi Muhammad menuju Sidratul Muntahan atau langit ketujuh.

Sabar Dalam Mendidik Anak - Cara Sabar Dalam Mendidik Anak

Sabar Dalam Mendidik Anak – Cara Sabar Dalam Mendidik Anak

Santri Utrujah Mengikuti Program Pembelajaran Karakter
share

Anak adalah ujian bagi orang tuanya. Jika kita mampu bersabar dalam mendidik mereka tentu akan ada balasan pahala dari Allah, dan kelak kita akan menuai buah dari kesabaran yang manis bagaikan madu. Yaitu ketika mereka telah dewasa, kala mereka telah terbiasa dan terdidik dengan kebaikan yang kita ajarkan dan mereka menjadi manusia yang taat pada Rabbnya. Doa-doa yang selalu mereka panjatkan untuk kita adalah harta dan investasi yang tak ternilai harganya. Lalu seperti apa saja aplikasi kesabaran dalam mendidik anak?
Mendidik anak itu tidak mudah, akan ada banyak rintangan. Memupuk kesabaran juga bukan perkara gampang. Bukankah kita tahu bersama bahwa jalan menuju surganya Allah penuh dengan hal-hal yang tidak kita sukai apalagi wanita memang memiliki sifat suka berkeluh kesah. Jadi bersemangatlah berusaha menjadi ibu yang sabar.

Berikut adalah Cara sabar dalam mendidik anak :

  1. Berlatihlah untuk sabar, dan ini harus bertahap tidaklah mungkin akan langsung bisa.
  2. Berdoa pada Allah agar menyuburkan sifat sabar dalam jiwa kita.
  3. Membaca tentang keutamaan sifat sabar dan juga kisah Nabi dan shahabat serta orang-orang shalih ketika mendidik anak-anak mereka.
  4. Sabar itu bisa naik dan turun, maka rajinlah mencharge kesabaran kita dengan banyak membaca, menghadiri majelis ilmu, serta berkawan dengan teman yang shalihah agar bisa menasehati kita untuk bersabar.
  5. Saling mengingatkan dengan partner kita dalam mendidik anak, yaitu suami kita.
  6. Bukalah mata kita, banyak orang tua yang belum dikaruniai anak atau dikaruniai anak namun memiliki ‘keterbatasan’ yang menjadikan anak sukar dididik. Ingatlah hal itu sehingga dengan itu kita akan banyak bersyukur dan berusaha keras memupuk kesabaran dalam mendidik anak-anak kita. Selalulah ingat bahwa anak adalah invetasi kita di akhirat kelak. Ibarat bercocok tanam, tanamlah benih unggul dan sabarlah merawatnya, maka kelak kita akan menyemai buah yang ranum.

Gugurnya Para Penghafal Quran - Peristiwa Perang Yamamah

Gugurnya Para Penghafal Quran – Peristiwa Perang Yamamah

share

Peristiwa Perang Yamamah
Sebagian kaum muslimin mungkin hanya mengenal sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq rhodiyallohu ‘anhu sebagai sosok Khalifah pertama yang berhasil menyatukan kembali barisan kaum muslimin setelah munculnya kaum murtaddin. Namun jika melihat sejarah kepemimpinan beliau lebih mendalam, akan kita sadari bahwa sahabat terbaik ini telah membuat sebuah keputusan cerdas yang menjadi langkah awal penulisan Al-Quran dalam sebuah mushaf.

Kisah ini berawal saat kaum muslimin dihadapkan dengan segerombolan kelompok yang memilih murtad dari agama islam. Alih-alih tetap berada di jalan yang lurus, mereka justru memilih berpaling dari ajaran Nabi Muhammad sholllallohu ‘alaihi wasallam. Bahkan diantara mereka ada yang memilih untuk mendukung si nabi palsu, Musailamah Al-Kadzab.

Menanggapi hal tersebut, Abu Bakar kemudian mengutus 11 batalion pasukan ke berbagai penjuru negri. Ikrimah bin Abi Jahal rhodiyallohu’ anhu ditunjuk sebagai panglima untuk memimpin pasukan ke daerah Yamamah, tempat Musailamah Al-Kadzab.

Peperangan berlangsung dengan amat sengit, kaum muslimin dilanda kesulitan yang amat berat. Disaat demikian, muncul seseorang yang mengobarkan kembali semangat jihad dengan sebuah teriakan:

يا أصحاب سورة البقرة، يا أهل القرآن زينوا القرآن بالفعال

“Wahai para penghafal surat Al-Baqoroh, wahai para penghafal Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan perbuatan kalian (jihad)”

Dengan izin Allah subhanahu wata’ala, kaum muslimin berhasil memukul mundur barisan musuh dan mengepung mereka. Peperangan berakhir dengan tewasnya Musailamah Al-Kadzab di tangan Wahsyi rhodiyallohu ‘anhu.

Jumlah korban dari barisan musuh mencapai belasan ribu. Sedangkan jumlah syuhada dari kaum muslimin sekitar 1200 orang. Satu hal yang perlu gita garis bawahi, banyak diantara pasukan yang gugur merupakan para penghafal Al-Quran.

Fakta diatas kemudian memunculkan kekhawatiran dalam diri Umar bin Khotob rhodiyallohu ‘anhu. Sang Al-faruq akhirnya menyampaikan usulan kepada Abu Bakar untuk menuliskan Al-Quran dalam lembaran-lembaran yang disatukan (shuhuf).

Saat pertama kali mendengar usulan tersebut, Abu bakar menolaknya dengan alasan bahwa Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam tak pernah memerintahkannya. Namun setelah Umar berulangkali membujuk, akhirnya Allah subhanahu wata’ala melapangkan dada Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut.

Abu Bakar kemudian menunjuk Zaid bin Tsabit rhodiyallohu ‘anhu untuk memimpin proyek besar tersebut. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab Zaid merupakan sosok yang paling memenuhi kriteria untuk mengemban tugas penting ini, sebagaimana diungkapkan langsung oleh Abu Bakar:

إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لَا نَتَّهِمُكَ وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَتَبَّعْ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ

“Sesungguhnya engkau (Zaid) adalah seorang pemuda yang cerdas, kami sama sekali tidak curiga sedikit pun padamu. Dan sungguh, kamulah yang telah menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena itu, telusurilah Al Qur`an dan kumpulkanlah.” (HR Al-Bukhori)

Mendengar permintaan tersebut, Zaid merasa amat berat untuk melaksanakannya. Ia bahkan mengungkapkan:

فَوَ اللهِ، لَوْ كَلَّفُونِي نَقْلَ جَبَلٍ مِنْ الْجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ الْقُرْآن

“Demi Allah sekiranya mereka memerintahkanku untuk memindahkan gunung, niscaya hal itu tidaklah lebih berat daripada apa yang mereka perintahkan padaku, yakni mendokumentasikan alquran.” (HR Bukhori)

Allah subhhanahu wata’ala akhirnya melapangkan dada Zaid untuk mengemban tugas tersebut. Ia bergegas mengumpulkan Al-Quran dari berbagai media yang dahulu digunakan untuk menuliskan wahyu di zaman Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam, seperti pelepah kurma, batu yang pipih dan kulit binatang. Disamping itu, ia juga memanfaatkan hafalan para sahabat Nabi rhodiyallohu ‘anhum ajma’in.

Mengapa Al-Quran tidak dikumpulkan dalam sebuah mushaf di zaman Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam?

Sebagaimana kami sampaikan sebelumnya, Al-Quran belum dikumpulkan dalam satu mushaf di zaman Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam. Para ulama menjelaskan beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut, diantaranya ialah:

  1. Al-Quran tidaklah turun secara sempurna kecuali menjelang wafatnya Nabi Muhammad shollalohu ‘alaihi wasallam. Oleh karenanya, tidak tepat jika mushaf sudah dituliskan saat Nabi masih hidup, sebab wahyu masih terus turun dan belum sempurna.
  2. Selama Nabi masih hidup, akan ada kemungkinan terdapat ayat yang dimansukh (dihapuskan). Sehingga jika saat itu Al-Quran dituliskan dalam satu mushaf, justru akan menimbulkan kesulitan saat ada ayat yang dimansukh.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (AlHijr: 106)

Dua faktor diatas kemudian hilang seiring wafatnya Nabi Muhammad shollallohuu ‘alaihi wasallam. Sebab saat itu Al-Quran telah sempurna dan tak ada lagi kemungkinan adanya ayat yang dimansukh.